Suatu hari ketika ada Matahari,
seorang lelaki menyusuri sisi bukit yang tidak berduri
Perlahan-lahan langitnya menjadi jingga dalam kedipan mata
Tidak disapa dan tercumbu angin, sang lelaki menembus batas mentari
Suatu hari ketika dunianya sepi,
seorang lelaki tidak berhenti berlari
Jaraknya dengan tujuan terlalu luas terbentang,
berserakan tanpa tahu ujung mana yang diinginkan
Tapi tak sedetik saja berhenti, mengambil cerita dari pasir kering yang melukis malu-malu
Kenangan, seolah tak dipunyainya.
Suatu hari ketika waktu berhenti,
seorang lelaki mengais sesal yang dipatri
atas sebuah pita akhir tak tercapai,
jauh,
tak bisa menjadi ‘suatu hari’ miliknya.
Padahal, ia selalu diperhatikan.
– Aprilia, 24th –
*di sela orderan translate*