Seseorang bilang mimpi adalah yang membumbung jauh ke atas, terlalu menjangkau awan sampai kamu tidak bisa menyentuhnya. Ke dalam kejauhan angkasa, ada ruang tak tertembus asa yang sia-sia jika kamu kejar, bahkan dengan perlahan-lahan.
Seseorang bilang,
mimpi itu memang jauh.

Seseorang yang lain bilang mimpi itu adalah yang paling dekat dengan mata, dikelilingi hati, dipeluk tangan setiap senti, dan ikut terbahak di sela-sela nafas. Mimpi adalah langkah yang dikepulkan setiap kali kakimu diangkat dan diletakkan di jalan-jalan terjal yang kamu lewati seumur hidup.
Seseorang bilang,
mimpi itu hanya sepelemparan kelereng.

Coba kita duduk sejenak.
Mimpi yang jauh, mimpi yang dekat.
Bukan masalah yang besar jika tidak tercapai. Bahkan angin yang baru saja lewat berembus di telingaku pun menyetujuinya.
Masalahnya bukan pada mimpi kita, tapi pada kita.
Let me remind you: we didn’t work, unfortunately. Sesuatu yang hidup di semesta tidak menyetujui mimpi yang dikoarkan dengan angkuh. Sesuatu yang sebenarnya disimpan rapi-rapi pun terbuka dengan sendirinya, sekalipun diberi nama Pandora, jika kamu mau.
Kehidupan,
sesuatu yang kita lupakan. Coba lagi duduk sejenak dan mulailah.
Membutuhkan diri sendiri adalah jawaban yang paling masuk akal.

Sudah sangat bahagia,
Aprilia.