Bahagia. Pengakuan. Kontroversi. Langkah pertama. Jalan terus.
Saya ga punya kata yang tepat untuk merangkum tahun 2016 saya. Rasanya pahit, tapi manis di banyak sisi. Beberapa sudutnya asam, tapi ada rasa bangga yang menyegarkan.
Tahun 2016, bagi saya, adalah tahun di mana saya nekat menemukan diri saya sendiri.
Nyaris empat bulan pertama di 2016 saya habis di Cilacap. Saya kerja dari rumah sebagai penerjemah freelance dan online, sekaligus asisten rumah tangga Mamake dengan bersenjatakan sapu dan pel (pagi), ember dan setrika (siang), dan selang air (sore).
Saya coba daftar kerja juga beberapa kali…..Oke, beberapa kali untuk lowongan yang sama. Entah berapa kali saya kirim lamaran sebagai asisten editor fiksi ke dua penerbit besar Indonesia. Sayangnya, saya ga dapet balesan apapun (tapi lowongannya muncul mulu di LINE. Hiks.). Pernah juga daftar di Wedding Organizer cabang dari Jepang yang mau buka di Jakarta. Lolos dua tahap seleksi sampai ke Jakarta, ketemu karyawan Jepangnya yang semacem Nishikido Ryo, dan nonton video profil perusahaan plus video presentasi gaya nikah Jepang yang bikin ngiler, nyatanya saya tetep belum bisa dapet rejeki di sana.
Jadi, ya…. saya pun nyapu lagi tiap pagi sambil translate-translate orderan yang masuk, yang temanya kadang naudzubillah susahnya…..
Ada juga masa-masa di 2016 di mana saya merasa harus berhenti pada sesuatu, padahal kepala saya menggeleng keras-keras. Ada hal yang kelihatannya indah (dan seharusnya begitu), tapi ternyata diri saya mencapai titik akhir yang tidak pernah saya duga.
Perpisahan, apalagi dengan orang yang bertahun-tahun berada di sekitarmu, selalu bukan hal yang menyenangkan.
Atas apa saja. Sedikit, saya merasa bodoh sekaligus lega; saya merasa tenang sekaligus kesepian. Konyol sekali kalau dibilang cepat, tapi setiap orang punya versinya sendiri, bukan? Saya, bagaimanapun, sudah berjanji pada diri saya untuk tidak membalasnya berteriak. Di satu sisi, saya merasa bangga luar biasa karena diri saya sendiri akhirnya berani mendobrak ketakutan yang itu.
Dari penolakan dan perpisahan, saya tahu bahwa terkadang hidup diisi oleh rasa sakit dan–sayangnya–sikap menyakiti.
Enough with the sadness!
Awal tahun 2016 berjalan cukup cepat dan menyenangkan. Saya berhasil memenuhi “cita-cita” saya. Hmmm. Receh, sih Hahaha. Selain berhasil jadi kontributor buku antologi puisi, saya juga akhirnya berhasil ikutan paket tour ke Kepulauan Seribu (Pulau Cipir, Pulau Kelor, dan Pulau Onrust), dan…. berhasil punya baju kodok kaya jaman kecil!
Balik ke Cilacap, saya sempat melamar kerja di bimbingan belajar bahasa Inggris. Sebelumnya, saya berharap bisa mengajar di SD saya, tapi ternyata ga ada lowongan. Tapi, coba tebak? Di bimbel yang saya daftar ini, saya dapat kesempatan menjadi guru les di SD yang saya maksud!
Betapa rencana Allah mengejutkan, ya?
“Pekerjaan” Pertama
Bukan literally pertama, memang, karena sebelumnya saya pernah kerja jadi freelance dan guru les juga. Tapi, pekerjaan yang pertama require saya untuk duduk di kursi kantor dan bekerja 8 jam sehari datang di tahun 2016 ini, secara ga sengaja waktu saya lagi scroll IG lantaran bingung besok mau bikin media pembelajaran apa.
Lowongannya ada dua: writer dan editor. Tapi karena saya hobinya ngomenin tulisan orang (padahal tulisan sendiri aja masih perlu dikomenin) dan baca-baca, saya akhirnya kirim lamaran posisi editor. Tapi masalahnya (saya mikir dulu), sebelum kirim, saya bingung: ini kantor apa, ya? FYI, namanya Inspira Book.
Saya pernah denger produknya lewat akun LINE yang saya ikuti. Tapi soal produk lainnya, saya ga tau. Jadilah sebelum bener-bener kirim lamaran, saya cari hashtag #inspirabook di Instagram. Selain foto testimoni orang yang beli buku di sini, saya harus rela scroll lagi demi nemu foto karyawannya yang kali aja selfie di kantor biar saya bisa liat kantornya kaya apa (niat abis).
Ketemu.
Jadi sejak hari saya kirim lamaran, hobi saya adalah stalking seseorang ini demi liat-liat foto dengan setting di kantor yang sepertinya memang Inspira Book beneran.
Tapi, sudahkah saya bilang kalau Allah selalu penuh kejutan?
Orang yang sama, yang saya kepoin ini, beberapa minggu kemudian berjabat tangan dengan saya. Lalu, bersama-sama dengan panduannya, saya resmi menjadi bagian dari Tim Produksi Inspira Book, yang berarti saya langsung kenal 3 orang dengan minat menulis yang tinggi (saya belum pernah punya temen yang benar-benar menikmati menulis).

Bersama-sama dengannya juga, saya bicara soal pagi dan senja waktu ia berjalan kaki, lalu tentang hidup, tentang Harry, tentang kesalahan, tentang memaafkan…
Tentang kami.
Saya sama sekali ga menyangka, orang inilah yang sampai detik ini menjadi orang yang tidak lelah memaklumi dan mengajari saya.

Saya, secara mengejutkan, bertemu dia.
Saya ‘pulang’, akhirnya.
Inspira adalah dominasi tahun 2016 saya.
Sejak bulan April sampai Desember, waktu saya banyak habis di sini, selain pulang ke Cilacap setiap sekian minggu. Kadang saya pulang tepat waktu, tapi kadang lebih lama. Kadang langsung balik kos dan menikmati waktu sendirian, tapi kadang pergi entah ke mana.

Saya menikmati waktu saya di sini. Meja saya penuh, kadang berantakan. Tapi saya melihatnya dengan bahagia.

Banyak yang terjadi di 2016.
Saya pertama kali makan roti kismis di 2016. Bareng Inspira Book, saya akhirnya pergi ke pantai di Jogja (padahal udah tinggal di Jogja dari 2011). Untuk pertama kalinya juga, saya datang ke lapangan futsal demi seseorang. Saya pertama kali tinggal bareng saudara yang awalnya jarang berkomunikasi sama keluarga di Cilacap. Dua sahabat saya wisuda. Saya ketemu temen jaman kuliah di UNPAD secara langsung. Saya pindah kos pake motor tanpa repot-repot Bapak Ibu saya harus nemenin.
Di 2016 juga keponakan saya yang tadinya selalu panggil saya “Mba Lia” mulai belajar panggil saya “Tante Lia”. Bapak Ibu saya terlihat makin bahagia. Untuk pertama kalinya, saya memberanikan diri bicara (berusaha) serius tentang suatu topik. Adik saya makin betah di pondok walaupun masih suka rese dikit. Kakak saya keterima kerja di bulan yang sama dengan saya (walaupun artinya dia harus mendarat di Sumatera). Bapak saya sempet di-opname dan saya akhirnya ijin dari kantor sampai pada kaget (karena dari jaman sekolah dulu, saya paling ga suka kalau harus ijin ga masuk).
Saya bisa pergi ke kebun binatang. Saya bisa nonton Fantastic Beasts. Saya baca ulang Harry Potter dan bahagia luar biasa. Saya nyelesein edit beberapa buku dan ebook. Saya belajar nulis press release, artikel, dan konten lain. Hape saya pecah tapi akhirnya bisa diperbaiki. Saya kedapetan giliran main Bangkrut Game dari kantor. Saya ketemu Ibu Warung tempat dulu saya sering makan waktu kuliah.
Bukan hal yang luar biasa, tapi bahagianya luar biasa.
Saya paham betul, 2016 tidak memberi saya kebahagiaan terus-menerus setiap hari. Tapi secara keseluruhan, 2016 telah membantu saya lebih banyak dalam memutuskan apa yang sebenarnya ingin saya cari.

Ya.
Saya bebas, dari ketakutan saya sendiri.
Di sisi lain, saya mulai paham, ada aturan-aturan yang memang seharusnya tetap saya jaga demi merasa bebas kembali.
Saya tumbuh.
Apa yang akan 2017 berikan kali ini?
Tidak tahu.
Yang jelas, sampai detik ini saya bahagia, atas apapun yang dilimpahkan Allah dengan serta-merta.
And no, I won’t take them for granted.
Can’t wait for April in 2017,
Aprilia.
Woo-hoooooo~~!