Jatuh dan tersungkur di tanah aku
Berselimut debu sekujur tubuhku
Lagu Banda Neira berdendang pelan-pelan, seperti membisikimu untuk memeluk diri sendiri. Semalaman tadi, kamu sudah menangis lepas, lalu akhirnya membuang ganjalan besar-besar yang kamu pendam pada seorang kawan yang dengan baik hatinya menyambutmu dalam pelukan.
Kamu terdiam berhari-hari. Kamu berpikir berhari-hari.
Kamu pernah jatuh sebelumnya, tapi tak pernah dalam lumpur berbau busuk begini.
Panas dan menyengat
Rebah dan berkarat
Kamu berkata pada dirimu bahwa kamu bukanlah onggokan murah yang dijajakan di pasar loak. Tapi, bagian besar dari kepalamu menolak—menyebutmu rendah dan tak patut diberi harga. Bahkan cermin di dinding itu kini jadi musuhmu.
Kamu—ironisnya—menjadi orang yang paling tak ingin kamu lihat dan miliki.
Apapun yang ada pada dirimu, kini serupa dengan besi hitam yang nyaris leleh buruk rupa.

Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Yang hancur lebur akan terobati
Sedetik setelah kamu merasa sendiri, alam bergerak tak cepat puas. Teman-temanmu ibarat malaikat tanpa sayap dan uang lelah: datang dari banyak penjuru sambil menyodorkan bahu dan telinga. Berkata keras-keraslah mereka padamu yang dideru duka, “Aku di sini.”
Dan mereka menepatinya, janji-janji itu. Mereka menungguimu sampai tangisan yang keseribu, mereka mengelus kepalamu yang terus lunglai seperti rumput alang-alang yang tumbuh sembarangan.
Kamu yang sedang hancur, bahkan lebur, tengah diobati diam-diam.
Yang sia-sia akan jadi makna
Yang terus berulang suatu saat henti
Seandainya ini semudah menyelesaikan kuis serial kesukaanmu, kamu tidak akan mengeluh. Seandainya ini semenyenangkan bermain ombak di tepi pantai, kamu tidak akan merasa habis-habisan dipermainkan. Bertanya-tanya kenapa balasannya setajam ini, kamu berpikir semesta tengah bercanda dengan kenihilan komedi.
Ya, lagi pula, siapa yang bilang ini lucu?
Hanya saja, harus kamu akui, kamu kini sedang merangkai hikmah.

Yang pernah jatuh ‘kan berdiri lagi
Yang patah tumbuh, yang hilang berganti
Entah wafer cokelat keberapa yang tengah kamu gigit kali ini. Mengingat luka, nyatanya, membuatmu lupa betapa kamulah satu-satunya orang yang harus kamu jaga.
Dengan tulus, seperti biasa.
Lakukan terus, Wahai Kamu. Lakukan hari ini, besok, bahkan sampai nanti harinya tiba, saat akhirnya kamu bertemu seseorang yang juga menyayangi dirinya dengan ketulusan yang sama.
Berbahagialah. Kamu tidak pernah sendirian. Kamu hanya perlu melewati ini.

Ya, kamu hanya perlu melewati ini, Lia.
Yogyakarta, 7 September 2018
Aprilia,
Selamanya baik-baik saja.
selamat bertumbuh Lia ❤
LikeLike
Makasih Mbaknya akuu❤
LikeLike