Aku membenci penjual nasi goreng kambing,
atau pedagang nasi balap di pinggir jalan
Aku membenci jalanan aspal tempat minimarket yang menjual kopi berada,
atau warung yang berdagang tas kresek berbagai ukuran
Aku membenci klakson motor,
atau bunyi decit rem yang lama tak diservis
Aku membenci hujan turun tiba-tiba karena aku harus membuka jok motorku sendiri,
padahal di sana ada banyak hal yang aku hindari
Aku membenci jas hujan warna hijau tua,
atau menegakkan motor saat mengisi bensin
Aku membenci warung makan berdagang telur dadar,
atau penjual jus buah lima ribuan
Aku membenci tahu goreng dengan isian cabai pedas,
atau lapangan hijau alun-alun menjelang magrib
Aku membenci bola yang dipukul keras-keras,
atau tiket bioskop yang diunggah ke Instagram
Aku membenci perjalanan setengah jam berjarak 7 traffic light,
atau berbicara yang kebetulan seperti telepati
Aku membenci rencana pergi sarapan,
atau minum air putih 8 gelas sehari
Aku membenci semuanya, mungkin juga diriku sendiri.

Bukan urusanku kalau masalahnya adalah kebohonganmu,
tapi sedikit pun aku tak tahu caranya berusaha baik-baik saja
Kadang ingin merajuk, tapi lebih banyak ingin mengutuk,
sebelum akhirnya memutuskan untuk duduk diam saja
Sendiri, tentu saja.
Bukan urusanku kalau masalahnya adalah kepalsuanmu,
tapi sedikit saja aku tak tahu caranya berusaha tak apa-apa

Mengkhianati seseorang adalah hal yang lain,
tapi mengubah pandangan orang lain soal cinta dan harapan adalah hal paling rendah yang bisa kamu lakukan pada mereka
Dan aku, tetap saja, membenci diriku sendiri,
karena telah merasa begini,
sebesar ini.
Kamu bahagia, kan?
Yogyakarta, 8 November 2018
Aprilia,
ketakutan.
benar-benar menakutkan, hehehe…
LikeLike